Kebun Warga Rusak Akibat Limbah B3, Berikut 5 Dosa PT. PHR Anak Usaha Pertamina

JAKARTA, PUBLIKNESIA.COM – Pengurus Besar Liga Mahasiswa Islam Indonesia (PB LMII) kembali melontarkan kecaman keras terhadap PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), anak usaha BUMN migas, atas dugaan kejahatan lingkungan dan agraria di Blok Rokan, Kabupaten Bengkalis, Riau.

Korban dalam kasus ini adalah warga bernama Sri Hartono, pemilik sah lahan bersertifikat SHM No. 1962 seluas hampir dua hektare yang telah dikuasai sepihak oleh PHR selama 3 tahun penuh, tanpa ganti rugi.

Parahnya, lahan tersebut tidak hanya digunakan untuk sumur migas dan panel listrik, tetapi juga dijadikan tempat pembuangan limbah B3 dan COCS, yang menyebabkan pencemaran parah dan kerusakan permanen, termasuk terhadap kebun singkong milik keluarga Sri Hartono.

“Bayangkan, rakyat kecil menanam singkong untuk hidup, tapi tanah mereka malah dijadikan tempat buang limbah beracun. Ini penghinaan, sekaligus kejahatan korporasi terhadap lingkungan dan kehidupan rakyat,” ujar Rahmat Sirvev, Fungsionaris PB LMII (8/7/2025).

Kebun Singkong Hancur Akibat Limbah B3 dan COCS

Salah satu bagian dari tanah yang dikuasai PT PHR adalah kebun singkong produktif milik Sri Hartono, yang selama bertahun-tahun menjadi sumber pangan dan penghidupan keluarga.

Namun sejak dibuanginya limbah industri berbahaya, kebun tersebut rusak total tanaman tidak bisa tumbuh sehat, tanah mengeras, air tercemar, dan menimbulkan bau menyengat. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada ekonomi keluarga, tetapi juga menimbulkan risiko kesehatan serius.

“ ini nggak hanya soal ganti rugi uang saja. Tapi kami menilai ada indikasi kejahatan ekologis yang hebat. Tanah diracuni, masa depan rakyat dihancurkan,” tegas Rahmat.

Omset PT PHR : Rp39 Triliun dalam 3 Tahun, Tapi Rakyat Dibiarkan Menderita

Menurut laporan operasi Blok Rokan yang dihimpun, PT PHR meraup omset sekitar Rp1,5 miliar per jam dari produksi migas. Artinya: Rp36 miliar per hari, Rp1,08 triliun per bulan, Rp13 triliun per tahun

Dalam 3 tahun, PT PHR telah mengantongi omset sekitar Rp39 triliun, namun tak sepeser pun diberikan kepada pemilik lahan. Satu-satunya pembayaran hanyalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang justru menandakan penguasaan sewenang-wenang tanpa hak.

5 Dosa Besar PT PHR

  1. Menyerobot tanah bersertifikat SHM No. 1962 milik Sri Hartono tanpa musyawarah, tanpa kompensasi.
  2. Mengubah lahan rakyat menjadi tempat pembuangan limbah B3 dan COCS, menyebabkan kerusakan lingkungan berat dan kehilangan fungsi produksi.
  3. Menghancurkan kebun singkong milik keluarga Sri Hartono yang selama ini menjadi sumber penghidupan.
  4. Mangkir dari mediasi resmi Kemenkumham, menandakan arogansi dan ketidakpatuhan terhadap hukum nasional.
  5. Mengabaikan hasil pengukuran resmi BPN, yang menyatakan tanah tidak sengketa, tidak diblokir, dan bukan milik negara.

Tuntutan Tegas PB LMII:

  1. PHR wajib membayar ganti rugi Rp36,5 miliar kepada Sri Hartono tanpa syarat.
  2. DPR RI dan penegak hukum segera panggil dan periksa Direksi PT PHR atas dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1960 dan UU No. 32 Tahun 2009.
  3. KLHK dan GAKKUM segera selidiki unsur pidana lingkungan dan ancaman terhadap kesehatan warga.
  4. Kementerian BUMN dan SKK Migas harus mengevaluasi pengawasan terhadap korporasi milik negara ini.
  5. PT Pertamina (Persero) wajib mengevaluasi Dirut PHR Ruby Mulyawan dan menyelesaikan kasus secara terbuka dan berpihak pada korban.

Jika negara terus membiarkan BUMN seperti PHR bertindak semena-mena, maka yang dihancurkan bukan hanya tanah dan lingkungan, tetapi juga kepercayaan rakyat terhadap hukum dan keadilan.

“Tidak boleh ada satu jengkal pun tanah rakyat yang dikorbankan demi laba segelintir elite,” tutup Rahmat.

LMII Transparan