JAKARTA, PUBLIKNESIA.COM – Keterlambatan DPR RI dalam merespon kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2020–2022 menuai tanda tanya publik.
Sebab, diamnya parlemen terhadap kasus tersebut, bisa meningkatkan kecurigaan adanya kolusi atau potensi keterlibatan anggota DPR RI dalam dugaan yang libatkan Eks Menteri Nadiem, mengingat peran DPR RI sebagai pengesahan anggaran dan pengawas atau kontrol kebijakan pemerintah.
desakan pembentukan panitia khusus (pansus) oleh publik pun terus menggema di tengah belum adanya sikap resmi DPR RI.
Badi Farman sebagai Fungsionaris PB LMII, menanggapi keterangan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, yang menyebut belum cukup alat bukti untuk menetapkan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim sebagai tersangka.
Menurutnya, pendekatan hukum yang terlalu administratif justru menciptakan ruang impunitas bagi elit kekuasaan.
“Kalau pendekatannya hanya soal alat bukti administratif seperti nota dinas, maka semua elit akan lolos. Jejak kekuasaan tak bisa diukur sesederhana itu,” tegas Badi dalam pernyataannya (Jumat/18/7/2025).
Mahasiswa S2 Ilmu Politik itu, menyoroti bahwa dalam kasus pengadaan laptop Chromebook, Kejaksaan Agung sudah menetapkan empat tersangka, termasuk pejabat struktural dan staf khusus menteri.
Hal tersebut, menurutnya cukup menjadi indikasi kuat bahwa perencanaan dan pengalokasian anggaran tidak mungkin berjalan tanpa sepengetahuan dan keterlibatan pimpinan kementerian.
Namun sorotan utama Badi justru diarahkan kepada DPR RI. Ia menilai parlemen telah abai terhadap mandat konstitusionalnya sebagai lembaga pengawas kekuasaan.
Ketidakaktifan DPR RI dalam mengusut kasus tersebut mencerminkan kegagalan struktural dan potensi kompromi politik di balik layar alias potensi kongkalikong atau korupsi berjamaah melalui suap.
“Kenapa DPR RI diam saja, atau sudah mandul dalam pengawasannya. Kalau memang mewakili rakyat, kami secara kelembagaan PB LMII mendesak DPR RI dalam hal ini komisi X, agar segera mungkin di bentuk Pansus dan buka semua data, termasuk menelusuri siapa yang terlibat dalam kasus pengadaan laptop Chromebook 2020-2022 dimasa eks Mendikbudristek Nadiem Makarim , kalau ada perusahaan yang terlibat harus di panggil juga,” desak Badi sapaan akrabnya.
Ia menambahkan, pembentukan pansus ini oleh DPR RI akan menjadi indikator nyata apakah lembaga legislatif ini masih berpihak pada publik atau telah terseret dalam kompromi elit.
Lanjut Badi, Ketika lembaga eksekutif tengah diuji melalui Kejaksaan Agung, maka legislatif dalam hal ini DPR RI seharusnya tidak abai. Sebab
“Kalau DPR RI tetap bungkam, itu berarti mereka bagian dari masalah. Artinya saya menduga mereka turut melanggengkan kerusakan sistemik dalam pemerintahan saat ini. Kita tidak bisa berharap hanya pada penegak hukum juga. Akan tetapi DPR RI harus turun tangan dan bersikap sebagai pengawas kekuasaan,” tegasnya.
Badi berharap 3×24 jam agar segera mungkin DPR RI dalam hal ini Komisi X untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook 2020-2022 dimasa eks (Mendikbudristek) Nadiem Makarim yang merugikan negara kurang lebih 9,9 Triliun.
“Ini bukan hanya soal hukum, ini soal etika dan moral kekuasaan. Kita butuh audit politik, bukan sekadar audit bukti administratif,” Tutupnya.