Ketua Umum, LMII Cabang Baubau, Dayaman dan Bupati Buton, Alvin Akawijaya Putra | Editor: LMII Cabang Baubau
BAU-BAU – Ketua Umum Liga Mahasiswa Islam Indonesia (LMII) Cabang Baubau, Dayaman, menyikapi serius isu kebangkitan industri Aspal Buton yang digagas Pemerintah Kabupaten Buton dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Aspal Buton adalah kekayaan alam unggulan yang kualitasnya sudah terbukti sejak zaman kolonial, namun selama puluhan tahun mengalami penurunan pemanfaatan akibat dominasi aspal minyak hasil olahan minyak bumi.
Dayaman mengapresiasi keinginan Bupati Buton, Alvin Akawijaya Putra, soal kebangkitan aspal Buton, tapi mengkritik keras sikap yang selama ini terkesan lebih mengandalkan komunikasi dan “merengek” kepada pemerintah pusat daripada mengambil langkah nyata, cepat, dan strategis di tingkat daerah.
Menurut Dayaman, sikap pasif birokratis tersebut menunjukkan lemahnya kepemimpinan daerah dalam mengelola kekayaan sumber daya alam sendiri.
“Kebangkitan Aspal Buton tidak bisa hanya diharapkan dari perhatian pusat dan janji-janji verbal. Pemerintah daerah harus segera bergerak dengan membentuk kelembagaan pengelolaan yang mandiri, seperti BUMD khusus Aspal Buton, serta menyiapkan regulasi dan program yang konkret untuk pemberdayaan masyarakat lokal, Jangan hanya omon omon dan pencitraan.” tegas Dayaman, 10/08/2025
Fakta menunjukkan bahwa hingga kini belum ada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang secara khusus mengelola industri Aspal Buton di Kabupaten Buton.
Meski lanjut Dayaman, terdapat beberapa upaya dari pemerintah pusat dan BUMN, seperti PT Wika Bitumen yang beroperasi di Buton untuk pengolahan aspal alam, dan dukungan Kementerian PUPR dalam pemanfaatan aspal Buton di berbagai daerah, peran pemerintah daerah dalam pengelolaan langsung masih sangat minim.
Potensi cadangan Aspal Buton mencapai sekitar 662 juta ton, yang seharusnya menjadi kekuatan ekonomi strategis bagi Kabupaten Buton dan Sulawesi Tenggara.
Namun lanjut LMII Cabang Baubau tanpa langkah strategis pembentukan BUMD yang profesional dan berkelanjutan, potensi aspal Buton sulit dimaksimalkan untuk kesejahteraan masyarakat lokal dan kemandirian ekonomi daerah.
Dayaman juga menegaskan bahwa tanpa kebijakan afirmatif dari pemerintah pusat, industri Aspal Buton tidak akan lepas dari dominasi kartel aspal impor yang menggerus kedaulatan nasional.
Namun, LMII Cabang Baubau juga menolak apabila kebangkitan ini hanya menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berpotensi mengorbankan kedaulatan daerah dan membiarkan oligarki menguasai sumber daya.
Sebagai alternatif, Dayaman menawarkan skema pengelolaan Aspal Buton melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang:
- Menjamin kedaulatan ekonomi daerah, dimana keuntungan langsung mengalir ke kas daerah dan masyarakat.
- Memprioritaskan pemberdayaan tenaga kerja lokal dan dampak ekonomi yang merata.
- Menjalankan tata kelola berkelanjutan yang menjaga kelestarian lingkungan dan melibatkan masyarakat adat serta komunitas lokal yang terdampak.
- Mempercepat pemanfaatan Aspal Buton di infrastruktur daerah tanpa bergantung birokrasi pusat yang kerap berbelit.
- Memiliki sistem pengawasan transparan dan akuntabel untuk menghindari praktik korupsi dan monopoli.
Selain itu, LMII Cabang Baubau mendesak pemerintah daerah untuk segera merumuskan dan mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur pemanfaatan wajib Aspal Buton melalui BUMD termasuk dalam proyek pembangunan jalan dan infrastruktur di Sulawesi Tenggara.
Perda ini penting agar pemanfaatan Aspal Buton tidak hanya bergantung pada kebijakan pusat atau semangat sesaat, tapi menjadi kebijakan yang mengikat dan berkelanjutan di daerah.
“Kebangkitan Aspal Buton adalah bagian dari kedaulatan sumber daya alam Indonesia yang harus dikelola secara mandiri dan berkeadilan, utamanya di daerah. bukan sekadar proyek seremonial atau ajang pencitraan pemimpin di daerah,” tutup Dayaman.