Kantor BPS
Bismillahirrahmanirrahim
Pernyataan Sikap Pengurus Besar Liga Mahasiswa Islam Indonesia
Jakarta, 11 Agustus 2025
Kawan-kawan seperjuangan, rakyat pekerja, kaum tani, mahasiswa, dan seluruh elemen pejuang keadilan,
Kita ketahui bersama, bahwasanya data adalah urat nadi perjuangan rakyat untuk menuntut haknya. Data memberi senjata moral dan intelektual bagi rakyat untuk menuntut kebijakan yang adil. Data juga menjadi bukti sahih saat rakyat mengajukan protes, menggugat pemerintah, atau merumuskan alternatif kebijakan.
Dengan data yang jujur dan valid kita bisa memetakan wilayah dan kelompok masyarakat yang paling membutuhkan bantuan seperti masyarakat miskin kota, masyarakat di wilayah-wilayah Indonesia bagian Timur yang masih banyak kekurangan akses, sehingga kebijakan yang lahir, diharapkan tidak salah sasaran. Hal ini penting agar pembangunan tidak hanya terpusat di kota besar dan meninggalkan desa-desa tertinggal dan terpencil yang masih belum tersentuh listrik dan jaringan.
Tetapi sayang beribu-ribu sayang, hari ini di tangan penguasa sekarang ini, kita lagi lagi menyaksikan sebuah kemunduran yang amat dalam, dimana data telah dibajak menjadi alat legitimasi penindasan. Baru baru ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi 5,12% dan kemiskinan turun menjadi 8,47%, sebuah angka yang digembar-gemborkan seolah negeri ini sedang menuju kemakmuran. Sebuah tindakan yang dibangun tanpa rasa bersalah, demikian Jelas sekali terlihat unsur pembodohan dan pembohongan yang amat tidak bisa diterima oleh akal sehat. Demikian pula adalah bentuk kesengajaan yang mengindikasikan kebohongan sistemik yang disiapkan untuk meninabobokan rakyat.
Indikasi kepalsuan data yang kerap menjadi tameng pembodohan dalam agenda pembangunan itu patut dicium aroma busuknya untuk dilawan, sebab mengingat hai ini fakta menunjukkan banyak pabrik-pabrik mem-PHK buruhnya, industri berada di titik kontraksi, harga kebutuhan pokok menghantam dapur rakyat, dan desa-desa kehilangan harapan. Di jalan-jalan kota, rakyat kecil berjibaku untuk sesuap nasi, sementara di gedung-gedung kekuasaan, para elite sibuk merayakan kemakmuran fiktif diatas penderitaan rakyat yang semakin hari semakin bertambah.
Dalam konteks ini, kami dari PB LMII menilai BPS terperosok kedalam kemiskinan kualitas yang menolak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan syarat dengan kepentingan politik data untuk memuluskan keinginan segelintir orang. BPS atas data negara, jelas mempermainkan hidup dan mati rakyat! Salah data berarti salah arah, dan salah arah berarti jutaan rakyat dikorbankan demi ilusi ekonomi. Gambaran Kebohongan itu adalah wajah asli dari sistem yang mengutamakan kepentingan segelintir elite di atas penderitaan mayoritas.
kami menyerukan kepada seluruh rakyat agar jangan percaya pada angka yang lahir dari meja birokrat yang jauh dari keringat dan darah rakyat! Apa yang disajikan BPS adalah sebuah ketidakbecusan yang dipertontonkan yang mencirikan sikap angkuh, sombong, tidak bertanggungjawab, apatis dan menolak kebenaran atas data.
Pengantar Argumentatif
Kawan-kawan seperjuangan!
Sekali lagi kita tegaskan bahwasanya data adalah senjata rakyat dalam memperjuangkan hak-haknya. Tanpa data yang benar, kebijakan publik akan tersesat dan justru menjadi alat penindasan. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi, pernah menegaskan bahwa pengukuran kemiskinan yang akurat adalah syarat mutlak agar intervensi pemerintah tepat sasaran. Artinya, data yang salah berarti kebijakan yang menyesatkan, dan ujungnya, rakyatlah yang menjadi korban ketidakadilan sosial.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 sebesar 5,12% (y-o-y) dan menurunnya angka kemiskinan menjadi 8,47% (sekitar 23,85 juta jiwa), terendah dalam sejarah. Tetapi di lapangan, buruh-buruh kita di-PHK, petani kita kesulitan menjual hasil panen, dan rakyat pekerja masih bergulat dengan harga kebutuhan pokok yang mencekik.
Di sinilah kita melihat jurang lebar antara angka-angka manis di atas kertas dengan derita nyata di lapangan. Joseph Stiglitz, ekonom progresif dunia, mengingatkan bahwa statistik yang bias dan manipulatif adalah “senjata politik” untuk menciptakan ilusi kemakmuran, sementara rakyat dicekik realitas.
Lebih buruk lagi, metode pengukuran kemiskinan BPS masih memakai pendekatan usang berbasis kebutuhan kalori minimum ±2.100 kkal/hari dan kebutuhan non-pangan dasar. Demikian sama sekali belum menghitung hak rakyat atas rumah layak, pendidikan bermutu, layanan kesehatan terjangkau, dan lingkungan hidup yang sehat.
Negara-negara lain sudah melangkah lebih jauh. China pasca 2020 meninggalkan garis kemiskinan absolut semata, beralih ke ukuran kemiskinan relatif dan kemakmuran bersama. Rusia tak lagi hanya menghitung keranjang konsumsi minimum, tetapi juga kualitas infrastruktur, layanan publik, dan akses transportasi. Bahkan negara-negara Amerika Latin seperti Meksiko dan Kolombia mengadopsi Multidimensional Poverty Index (MPI) untuk mengukur kemiskinan secara menyeluruh.
Indonesia kalau mau jujur dengan dirinya sendiri, harusnya tidak boleh tertinggal. Kita butuh metodologi kemiskinan yang memihak rakyat, transparan, dan jujur, agar kebijakan publik benar-benar menjawab penderitaan rakyat pekerja, bukan menjadi alat propaganda kekuasaan yang menindas rakyatnya sendiri.
Konstitusi dan Moral Perjuangan Rakyat
Harus dipahami bahwasanya pengelolaan data publik tidak sekadar urusan teknis tetapi lebih dari itu, pengelolaan data merupakan amanah konstitusi dan moral bangsa. Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak rakyat untuk mendapatkan informasi yang benar. Data yang dimanipulasi adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat dan pelanggaran terhadap hak asasi untuk mengetahui kondisi negeri secara nyata.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 mewajibkan badan publik untuk bersikap transparan. Melanggarnya berarti merusak fondasi kepercayaan rakyat terhadap negara. Bahkan dalam ajaran agama, seperti dalam QS. An-Nisa:58, kita diperintahkan untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya. Data publik adalah amanah, dan memalsukannya sama dengan menipu rakyat.
QS. Al-Muthaffifin ayat 1 sampai 3 mengecam mereka yang curang dalam timbangan. Timbangan di sini bukan hanya soal barang dagangan, tapi juga timbangan kebenaran dalam data. Memalsukan statistik berarti merampas hak rakyat untuk tahu, dan itu sama busuknya dengan korupsi uang rakyat.
Kawan-kawan, di China manipulasi data kemiskinan adalah pelanggaran berat yang bisa berujung sanksi pidana. Di Rusia, verifikasi silang antar kementerian mencegah pembohongan publik lewat angka-angka palsu.
Di Indonesia, kita harus menyadari bahwa memanipulasi data sama bahayanya dengan mencuri uang negara. Keduanya merampas hak rakyat dan mengarahkan kebijakan ke jalan yang salah. Oleh karena itu, perjuangan menuntut data yang jujur adalah bagian dari perjuangan rakyat untuk keadilan sosial dan kemerdekaan yang sejati.
Olehnya itu, Pengurus Besar Liga Mahasiswa Islam Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut:
- 1. Mendesak BPS dan kementerian terkait untuk membuka secara penuh metodologi perhitungan kemiskinan dan indikator ekonomi. Publik berhak mengetahui asumsi dasar, sumber data, dan proses verifikasi bukan disuguhi angka yang sudah dikemas demi kepentingan politik. Transparansi Data adalah Hak Rakyat, yang dijamin Pasal 28F UUD 1945 dan UU No. 14/2008.
- 2. Menuntut Pemerintah untuk meninggalkan metode usang ala Orde Baru yang hanya mengukur perut rakyat, tanpa menghitung hak mereka atas rumah layak, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Reformasi Metodologi dari Basic Needs ke Basic Rights menjadi keharusan untuk mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam waktu maksimal satu tahun, pemerintah wajib mengadopsi Multidimensional Poverty Index (MPI) atau indikator sejenis yang sudah terbukti di Meksiko, Kolombia, Bhutan, hingga kini dipakai China dan Rusia.
- 3. Menolak segala bentuk rekayasa statistik yang mengubah derita menjadi cerita. QS. Al-Muthaffifin: 1 sampai 3 mengecam orang yang curang dalam“timbangan”dan timbangan data yang dimanipulasi adalah bentuk penindasan modern. Siapa yang memalsukan data, sama saja memalsukan nasib jutaan rakyat. Hentikan Manipulasi Data, Hentikan Penipuan Rakyat!
- 4. Mendesak DPR RI membentuk Tim Pengawas Data Ekonomi & Sosial lintas sektor, melibatkan mahasiswa, akademisi, pakar statistik, lembaga riset independen, dan organisasi masyarakat sipil. Pengawasan harus menjadi mata rakyat untuk mencegah data dijadikan tameng oligarki. Perlunya pengawasan Independen yang Berpihak pada Kebenaran, bukan pada Kekuasaan yang menindas rakyat.
- 5. Mengajak seluruh elemen mahasiswa, buruh, petani, nelayan, media, dan masyarakat sipil untuk bersatu mengawal transparansi data sebagai bagian dari perjuangan mewujudkan keadilan sosial. Data adalah alat pembebasan, bukan propaganda penguasa. Mari bangun Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Data yang berkeadilan.
sekali lagi kami tegaskan bahwa, salah data berarti salah kebijakan; salah kebijakan berarti penderitaan rakyat berkelanjutan. Sesungguhnya negara yang memalsukan data sedang menulis akta kematian kepercayaan rakyat.
Pengurus Besar
Liga Mahasiswa Islam Indonesia
TTD
Ketua Umum
Telah diverifikasi oleh: Dewan Pakar & Pertimbangan Organisasi PB LMII